Daftar Blog Saya

Minggu, 04 Februari 2018

Inspirasi dari Komunitas Petani Alami Galeso

Di langit matahari perlahan menunduk. Sinarnya menjurus redup. Namun, hingga ujung penglihatan mata, hamparan sawah dengan bulir padi mulai menguning, masih tetap jelas terlihat. Pemandangan di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar tersebut,  begitu klop dengan angin selatan yang berhembus sepoi sore itu.

Di salah satu petak hamparan sawah tersebut, tiga petani muda berjibaku memanggul tangki. Mereka adalah Irwan, Thalib, dan Zainal. Kurang lebih 1 Ha lahan pertanian mereka, kembali akan di semprot dengan nutrisi alami. Kali ini, mereka melakukan penyemprotan terakhir menjelang panen dengan tujuan memaksimalkan kualitas buah padi.

"Komposisi bahan yang kami gunakan hari ini adalah nutrisi dari buah masak dan nutrisi dari cangkang yang di campur dengan air laut." 

Kalimat tersebut dilontarkan Irwan, saat saya dan seorang kawan prohresif; Bung Noerdin Cambaliwali, berkunjung di tengah kesibukannya sore itu bersama dengan dua rekannya. Sabtu, 4/2/2018


Dokumentasi Pribadi; Pertanian Alami itu Ramah Lingkungan
Perawatan dengan menyemprot buah padi dengan bahan tersebut, menurut Irwan, dilakukan saat usia padi berkisar 70-80 hari. Dengan masing-masing bahan mempunyai khasiat dan tujuan tertentu pada tanaman.

"Nutrisi buah masak dan cangkang itu berfungsi untuk meperbaiki pembentukan biji dan buah. Sedangkan air laut berguna untuk memaksimalkan proses pemasakan buah." kata Bang Irwan.

Tahun ini merupakan musim ke empat, komunitas pemuda di desa Galeso, bergelut dengan pertanian alami. Salah satu metode pertanian yang tidak lagi menggunakan input kimia berupa pupuk dan pestisida sintetis, namun menggunakan bahan-bahan lokal murah yang ramah lingkungan.

Dengan menggunakan metode pertanian alami, mereka mengakui tidak lagi bergantung pada pupuk dan pestisida sintetis. Sebab, bahan alternatifnya telah mampu dibuat sendiri. Selain itu, dengan alternatif pertanian alami, diakui mereka hanya membutuhkan modal produksi yang minim. 

Jauh berbeda dengan metode konvensional yang mengandalkan input kimia. Metode konvensional padat modal tersebut bisa menghabiskan biaya hingga jutaan untuk luasan lahan 1 Ha. Sedangkan dengan metode pertanian alami (Natural Farming), dengan luas lahan yang sama,  biaya produksi yang diperlukan hanya maksimal 500 ribu rupiah. Hal tersebut disampaikan petani alami lainnya, Zainal.

Dokumentasi Pribadi: Pertanian Alami Murah dan Menguntungkan

"Sawah yang yang saya kerja itu sekitar 70 are. Untuk biaya pembuatan herbal, nutrisi dan pupuk alami, untuk satu kali turun sawah, biayanya paling tinggi 300 ribu. Waktu masih pakai pupuk dan pestisida kimia, biayanya bisa sampai dua juta," katanya.

Suka duka menjalankan metode pertanian alami telah mereka cecap selama dua tahun terakhir. Di awal-awal, gerakan terobosan yang mereka lakukan dianggap sepele. Namun belakangan, metode bertani mereka mulai dilirik petani di sekitarnya. Sebabnya, dengan metode pertanian alami, secara kuantitas hasilnya cenderung stabil. Hal tersebut menjadi sebuah keistimewaan, ditengah situasi terakhir petani di desa Galeso yang kian menurun hasilnya setiap kali panen.

Menurut para petani muda tersebut, tidak mudah untuk meyakinkan masyarakat untuk beralih ke metode bertani alami. Petani sudah terlanjur merasa nyaman dengan pola pertanian konvensional yang dianggap lebih praktis. Selain itu, ada juga kendala teknis berupa banyaknya petani berstatus penggarap, sehingga belum bisa menentukan kemandirian sebab masih bergantung pada keputusan pemilik lahan. 

"Mengajak petani beralih metode itu sama dengan mengajak seseorang berpindah keyakinan. Apalagi ada kendala-kendala tertentu. Jadi kita pelan-pelan saja." Kali ini Thalib yang memberi komentar.

Sambil tetap fokus menyemprot padi di hadapannya, pemuda berdarah Arab ini terus membagi pengalaman. Ia menuturkan bahwa meski masyarakat belum berani beralih ke metode bertani alami, masyarakat tetap mengakui bahwa beras alami mereka jauh lebih berkualitas dan lebih sehat, sebab tidak lagi mengandung bahan kimia berbahaya.

Dokumentasi Pribadi: Pertanian Alami itu Menyehatkan

"Kalau nasi dari beras kimia hanya bisa bertahan sehari, sedangkan nasi dari beras alami ini tidak akan basi sampai dua hari. Rasanya juga lebih enak. Masyarakat disini, sudah cukup banyak yang membuktikan itu." kata dia lagi.

Di desa Galeso sendiri, luas lahan pertanian yang digarap secara alami, baru berkisar 2,5 Ha, dengan jumlah petani sekitar enam orang. Namun, para penggerak petani alami di desa Galeso tetap optimis, bahwa sedikit demi sedikit, luas lahan dan jumlah petani alami di komunitasnya akan terus bertambah.
Hal tersebut teramati saat tiga petani muda ini melakukan penyemprotan sore itu. Beberapa petani lain menghampiri dan bertanya soal perkembangan aktifitas pertanian alami yang mereka lakoni.

Bulir padi petani alami ini yang kian menguning, adalah pertanda bahwa panen tidak akan lama lagi. Tapi menurut mereka, tujuannya bukanlah sekadar hasil panen melimpah berbiaya murah nan lebih sehat. Akan tetapi, ketika metode bertani alami yang mereka pilih, berhasil mengetuk kesadaran banyak pihak, bahwa selain kewajiban menjaga alam,  kemandirian dan kedaulatan petani memang mesti direngkuh kembali. 

 Dokumentasi Pribadi; Dari kiri ke kanan:
Praktisi dan Pegiat Pertanian Alami, CO muda berbakat dan prohresif, Pewarta Amatir dan Senyumnya manis sekali 



Cacatan, eh, catatan: cerita ini dimuat di Teras Sulbar.Co dengan judul berbeda



Tidak ada komentar:

Posting Komentar