Namun alih-alih serupa Agung, Dwayne, atau Ronaldo; kawan saya ini tampak lebih mirip Andik Firmansyah. Postur biasa saja -- tapi stamina, kecepatan, dan kejujuran, bolehlah diadu dengan Dani Carvajal, pemain el blancos yang diganjar kartu merah, sebab dengan sengaja menangkap bola di bawah mistar gawang, padahal posisinya bek kanan, bukan aparat kepolisian.
"Itu hanya bola, Jal! Bukan Papa. Kenapa ditangkap, gol kan?"
Kira-kira begitu bisikan hati Messi sesaat sebelum mengeksekusi pinalti.
Tapi stamina Santoso memang tidak pernah saya sangsikan. Dialah manusia pertama yang saya saksikan mampu mendorong sepeda motor berkilo-kilo jauhnya di jalan yang hampir seluruhnya adalah tanjakan. Peristiwa bersejarah yang luput dicatat Jaya Suprana di rekor MURI itu, terjadi saat kami melakukan observasi wilayah saat ber-kkn dulu.
Soal kecepatan, Dia pula ahlinya. Bukan hanya soal kecepatan merasa lapar dan paling cepat di meja makan. Santho, begitu biasa ia kami sapa, juga sangat cepat dalam soal memacu sepeda motor. Pernah saya hampir dibuat muntah karena diboncengnya. Entah karena bermaksud menguji adrenalin, atau dia punya sembilan cadangan nyawa, yang jelas, gaya mengendaranya seperti sedang beradu balap dengan garis putih di tengah jalan. Belakangan saya berpikir, seharusnya yang jadi bintang iklan jupiter itu dia, bukannya Komeng.
Antho Demallolongan, begitu nama kerennya di pesbuk, selain bersahaja, juga punya sebuah kekuatan meruntuhkan wibawa orang di sekitarnya. Bagaimana penuh payahnya saya menjaga wibawa sebagai kordes dengan citra kalem, tenang, dan mengayomi -- di hadapan Santoso, dan dua orang kawan lainnya, hancur berkeping-keping. Tak tahan saya untuk tidak ikut berjoged tiap kali musik discodut Ia putar.
Apalah saya. Yang lebih jauh ganas jadi korban adalah orang tua angkat di lokasi KKN, Pak Desa.
Satu dua minggu berjalan, keadaan masih kondusif. Masing-masing jaga image, antara 10 mahasiswa dan Pak Desa. Tapi entah telah terjadi manuver dan lobi apa di belakang sana, tiba-tiba saja hampir setiap malam terjadi perang kentut yang memekakan telinga. Suasana posko yang sunyi menjelang istirahat malam, seolah berubah jadi Jalur Gaza yang mencekam. Sulit untuk melakukan aksi protes dan perlawanan, sebab selain Santo dan dua kawan lainnya, Pakde jualah yang paling antusias dan mengapresiasi helatan yang menjurus anarkis tersebut.
Tapi tentu saja tidak ada anarkis. Tidak ada dendam, apalagi perasaan yang tersakiti. Sebab selebihnya, penghormatan dan saling menghargai antara kami, telah melebur ke dalam bentuknya yang paling absurd, namun merekatkan.
Idul Fitri tahun lalu adalah kunjungan terakhir ke kediaman pakde. Bersama kawan lainnya, kami bersilaturrahmi kembali. Dan ternyata yang paling dinanti kehadirannya adalah dia yang pernah meruntuhkan wibawa pakde; Santoso.
Entah bagaimana sekarang. Kabar terakhirnya konon Ia sedang sibuk menjalani hari-hari sebagai fresh graduate di kota Daeng. Tapi semoga tak termakan sibuklah. Sebab melewatkan Natal tanpa bersama keluarga, tentu saja berpotensi menjatuhkan air mata.
Selamat Natal, bro! Semoga senantiasa diberi keselamatan dimanapun dirimu berada. Selamat Natal juga untuk saudara yang lain yang merayakan Natal tahun ini
Santoso saat mendorong sepeda motor Pak De ber-kilo-kilo-meter jaunya -- di jalan yang penuh dengan tanjakan |